Beberapa minggu terakhir aku cukup disibukkan dengan pengurusan surat-surat administrasi dengan sebuah birokrasi bernama kampus. Hanya untuk pengurusan pengajuan skripsi atau pun penelitian. Banyak syarat yang harus dipenuhi. Aku ga nyangka tuk beberapa hal tersebut sangat rumit dan belum ada penerapan sistem satu pintu. Sepertinya semua harus diurus sendiri dan mengusahakan sendiri, bahkan terkadang tentang format yang benar mengenai sebuah surat dan alur penyerahannya tidak ada informasi resmi yang jelas. Jika melihat semua ini, aku yakin ini sudah berlangsung turun menurun atau sudah sangat lama.
Tradisi memang harus dilestarikan, tapi jika sebuah sikap tidak professional dan tidak konsisten apa itu sangat dibutuhkan tuk diteruskan. Kampus ini selalu berkoar-koar tuk go international dan masuk dalam 200 perguruan tinggi terbaik di dunia dan segala macam programnya. Tapi ya namanaya program memang dibuat tuk tertunda-tunda dan selalu ada penghalang yang memang ada atau dicari-cari. Untuk mencitrakan dirinya dengan baik bagi warga dalam kampus sendiri aja masih sulit.
Ada beberapa hal pokok yang aku cermati dalam hal ini mengenai sebuah inkonsistensi citra sebuah kampus tempat aku kuliah yang katanya memiliki citra yang baik, terutama difakultas tempatku ngampus.
1. Tuk sebuah nama lengkap kampus, banyak sekali warga kampus yang tau, tidak tau, atau mungkin tidak mau tau tentang kepanjangan sebenarnya tentang nama lengkap kampus. Apa sih susahnya nyebut kata negeri setelah kata universitas, jadi orang diluar sana tau kenapa dan apa kepanjangan dari akronim yang biasa disebutkan itu. Fatalnya lagi dalam kop surat resmi di fakultasku dengan menyertakan ttd dekan, telpn, web, dsb, penulisan nama universitas secara lengkap saja masih kurang dan salah. Gimana mau mengedukasi pencitraan kampus ke luar, mengedukasi ke warga kampusnya sendiri aja ga becus.
2. Pengurusan surat keterangan masih kuliah, untuk hal yang satu ini pengurusannya di fakultas ini tidaklah simple. Mahasiswanya harus ke bagian kemahasiswaan, isi formulir dan nunggu bentar tuk pengetikan suratnya, bahkan terkadang jika petugasnya agak sibuk atau malas, mahasiswa disuruh tuk mengetiknya sendiri di computer ruangan tersebut sesuai dengan contoh yang ada. Dan petugas kemudian hanya tinggal mengklik menu Print. Kemudian surat tersebut di bawa ke ruang dekan tuk ditandatangani oleh pembantu dekan. Itu pun kalo dekannya ada. Kalo ga ada, ya surat itu ditinggal di meja nya dan besok baru diambil. Gimana klo lg bth cepet, bakal ribetkan. Dan ternyata hanya di tandatangani, ga ada cap resmi dari fakultas atau jurusan. Karena mungkin menurut kampusku tersayang ini ttd tersebut dah cukup kuat. Apa mereka ga berpikir, mungkin aja ada instansi yang jg bth bukti cap tuk memperkuat legalitas surat yang ada. Aku bilang kayak gini karena aku pernah melihat kepengurusan surat ini dikampus lain cm 10-15 menit. Itu pun cm tinggal isi formulir trus ketik2 dikit trus diprint dan dicap. Jadi deh, terlihat goodlooking karena kop suratnya tak ada kesalahan, ada warna khas, ada ttd digital yg legal, di cap pula. Instansi manapun tidak akan meragukannya. Padahal itu datang dari kampus yang akreditasinya kbanyakan msh B tuk fakultas yang sama dengan fakultas tempatku ngampus.
3. Alur kepengurusan surat pengajuan skripsi. Tak ada informasi yang jelas mengenai informasi tentang hal penting seperti skripsi. Klo memang ada alur yang panjang kenapa juga tak ada informasi yang jelas mengenai alur tersebut. Ketika aku dah ngajuin judul skripsi, aku bertanya kepada salah satu pimpinan jurusan. Setelah ini gmn pak? Beliau mengatakan coba tanya temenmu yang judul skripsinya udah di acc. Ternyata beberpa teman juga bingung. Lalu aku tanya ke bagian pendidikan, jawabnnya pun cuma “itu di rak, ambil aja contoh formatnya”. Tak ada yang menginformasikan surat mana dulu yang harus diajukan, karena ternyta surat2 itu saling melengkapi. Jangan-jangan dalam pengurusan setelah wisuda akan lebih ribet lagi dari ini. Lalu tuk tandatangan kesediaan dosen pembimbing, juga aga sulit. Apa lagi klo dosen2 itu tipikal dosen yg sangat sibuk, mengajar diluar, taw punya mata pencaharian lain. Tapi tuk yang hal tersebut aku rasa masih bisa dimaklumi.
4. Tidak adilnya perlakuan terhadap mahasiswa. Masih ada unsur membeda-bedakan. Waktu ngajuin proposal skripsi kurang adanya sikap ramah dari yg berwenang memberikan acc terhdap proposal tersebut. Kecenderungannya pun lebih ke arah sisi fisik dan jenis kelamin. Kalo ke mahasiswi yang cantik2, orang tersebut akan lebih ramah dan banyak basa-basi, tapi kalo ke mahasiswa ya kayaknya liat mood dia juga. Belum lagi perbedaan perlakuan karena factor akrab tidak akrab atau masih ada hubungan keluarga dengan abdi-abdi dalem kampus. Ya tentu saja itu tidak semua, hanya oknum-oknum tertentu. Tapi tentu saja itu bisa membuat pencitraan professional di lingkungan kampus pun menjadi terganggu. Ya semoga aja ini tidak berulang terus.
5. Kualitas para pendidiknya yang masih kurang. Meskipun banyak dari mereka yg ngajar dikampusku banyak yg rata2 mempunyai gelar master dari luar negeri. Namun tidak semuanya memiliki kualitas yang baik. Meski sebenernya aku yakin mereka itu mampu. Kemungkinan besar karena teknik mengajar mereka yg terlalu konvensional dan biasa. Atau mungkin beberapa pengajar yang memang memiliki kualitas yang kurang. Sehingga kesan yg muncul adalah cenderung membosankan dan tidak berkesan. Masih sedikit jumlah pengajar yg menerapkan metode mengajar yg unik dan menarik yang menimbulkan kesan yang baik dan memotivasi semangat para mahasiswanya lebih baik lagi. Semoga seiring dengan penerapan program2 baru menuju kampus internasional, teknik mengajar mereka akan lebih baik lagi.
Melihat hal tersebut aku jadi agak heran, gmna caranya jurusan tempatku ngampus ini bisa dapet akreditasi A*, padahal stauku tuk pengurusan akreditasi tu ribet bgt dan ada audit dan pemantauan dari pihak BAN PT. Tapi kok tempatku ngampus ini bisa dapet ya. Dengan citra yang bagus seharusnya kampus bisa membuktikan di lapangan bahkan kampus ini mempunyai kualitas yang teruji dan sumber daya yang professional. Jangan cuma ketika ada kunjungan dari pihak dinas pendidikan, taw pejabat tinggi, atau auditor bagusnya muncul, tapi ketika dah lalu ya nurun lagi kualitasnya. Kalo inkonsisten gini trus, gmn mau cepet maju dan bisa memberikan contoh pendidikan birokrasi yang baik kepada mahasiswa nya jika birokrasi di dalem kampus msh kurang professional. Aku gak nyebut nama kampusku, karena mungkin pembaca tau dari posting2 sebelum ini. Karena mau tidak mau, kampus inilah yang menjadi tempatku menuntut ilmu sekarang. Aku hanya berharap agar oknum2 yang tidak professional di dalam kampus agar memperbaiki diri tau dimutasi kalo msh bandel, birokrasi juga semakin mudah, sistem satu pintu kek atau apa kek gt, yg penting praktis, dan efisien, dan membuktikan diri bahkan kampus ini mampu bersaing secara national dan intenational.
Tradisi memang harus dilestarikan, tapi jika sebuah sikap tidak professional dan tidak konsisten apa itu sangat dibutuhkan tuk diteruskan. Kampus ini selalu berkoar-koar tuk go international dan masuk dalam 200 perguruan tinggi terbaik di dunia dan segala macam programnya. Tapi ya namanaya program memang dibuat tuk tertunda-tunda dan selalu ada penghalang yang memang ada atau dicari-cari. Untuk mencitrakan dirinya dengan baik bagi warga dalam kampus sendiri aja masih sulit.
Ada beberapa hal pokok yang aku cermati dalam hal ini mengenai sebuah inkonsistensi citra sebuah kampus tempat aku kuliah yang katanya memiliki citra yang baik, terutama difakultas tempatku ngampus.
1. Tuk sebuah nama lengkap kampus, banyak sekali warga kampus yang tau, tidak tau, atau mungkin tidak mau tau tentang kepanjangan sebenarnya tentang nama lengkap kampus. Apa sih susahnya nyebut kata negeri setelah kata universitas, jadi orang diluar sana tau kenapa dan apa kepanjangan dari akronim yang biasa disebutkan itu. Fatalnya lagi dalam kop surat resmi di fakultasku dengan menyertakan ttd dekan, telpn, web, dsb, penulisan nama universitas secara lengkap saja masih kurang dan salah. Gimana mau mengedukasi pencitraan kampus ke luar, mengedukasi ke warga kampusnya sendiri aja ga becus.
2. Pengurusan surat keterangan masih kuliah, untuk hal yang satu ini pengurusannya di fakultas ini tidaklah simple. Mahasiswanya harus ke bagian kemahasiswaan, isi formulir dan nunggu bentar tuk pengetikan suratnya, bahkan terkadang jika petugasnya agak sibuk atau malas, mahasiswa disuruh tuk mengetiknya sendiri di computer ruangan tersebut sesuai dengan contoh yang ada. Dan petugas kemudian hanya tinggal mengklik menu Print. Kemudian surat tersebut di bawa ke ruang dekan tuk ditandatangani oleh pembantu dekan. Itu pun kalo dekannya ada. Kalo ga ada, ya surat itu ditinggal di meja nya dan besok baru diambil. Gimana klo lg bth cepet, bakal ribetkan. Dan ternyata hanya di tandatangani, ga ada cap resmi dari fakultas atau jurusan. Karena mungkin menurut kampusku tersayang ini ttd tersebut dah cukup kuat. Apa mereka ga berpikir, mungkin aja ada instansi yang jg bth bukti cap tuk memperkuat legalitas surat yang ada. Aku bilang kayak gini karena aku pernah melihat kepengurusan surat ini dikampus lain cm 10-15 menit. Itu pun cm tinggal isi formulir trus ketik2 dikit trus diprint dan dicap. Jadi deh, terlihat goodlooking karena kop suratnya tak ada kesalahan, ada warna khas, ada ttd digital yg legal, di cap pula. Instansi manapun tidak akan meragukannya. Padahal itu datang dari kampus yang akreditasinya kbanyakan msh B tuk fakultas yang sama dengan fakultas tempatku ngampus.
3. Alur kepengurusan surat pengajuan skripsi. Tak ada informasi yang jelas mengenai informasi tentang hal penting seperti skripsi. Klo memang ada alur yang panjang kenapa juga tak ada informasi yang jelas mengenai alur tersebut. Ketika aku dah ngajuin judul skripsi, aku bertanya kepada salah satu pimpinan jurusan. Setelah ini gmn pak? Beliau mengatakan coba tanya temenmu yang judul skripsinya udah di acc. Ternyata beberpa teman juga bingung. Lalu aku tanya ke bagian pendidikan, jawabnnya pun cuma “itu di rak, ambil aja contoh formatnya”. Tak ada yang menginformasikan surat mana dulu yang harus diajukan, karena ternyta surat2 itu saling melengkapi. Jangan-jangan dalam pengurusan setelah wisuda akan lebih ribet lagi dari ini. Lalu tuk tandatangan kesediaan dosen pembimbing, juga aga sulit. Apa lagi klo dosen2 itu tipikal dosen yg sangat sibuk, mengajar diluar, taw punya mata pencaharian lain. Tapi tuk yang hal tersebut aku rasa masih bisa dimaklumi.
4. Tidak adilnya perlakuan terhadap mahasiswa. Masih ada unsur membeda-bedakan. Waktu ngajuin proposal skripsi kurang adanya sikap ramah dari yg berwenang memberikan acc terhdap proposal tersebut. Kecenderungannya pun lebih ke arah sisi fisik dan jenis kelamin. Kalo ke mahasiswi yang cantik2, orang tersebut akan lebih ramah dan banyak basa-basi, tapi kalo ke mahasiswa ya kayaknya liat mood dia juga. Belum lagi perbedaan perlakuan karena factor akrab tidak akrab atau masih ada hubungan keluarga dengan abdi-abdi dalem kampus. Ya tentu saja itu tidak semua, hanya oknum-oknum tertentu. Tapi tentu saja itu bisa membuat pencitraan professional di lingkungan kampus pun menjadi terganggu. Ya semoga aja ini tidak berulang terus.
5. Kualitas para pendidiknya yang masih kurang. Meskipun banyak dari mereka yg ngajar dikampusku banyak yg rata2 mempunyai gelar master dari luar negeri. Namun tidak semuanya memiliki kualitas yang baik. Meski sebenernya aku yakin mereka itu mampu. Kemungkinan besar karena teknik mengajar mereka yg terlalu konvensional dan biasa. Atau mungkin beberapa pengajar yang memang memiliki kualitas yang kurang. Sehingga kesan yg muncul adalah cenderung membosankan dan tidak berkesan. Masih sedikit jumlah pengajar yg menerapkan metode mengajar yg unik dan menarik yang menimbulkan kesan yang baik dan memotivasi semangat para mahasiswanya lebih baik lagi. Semoga seiring dengan penerapan program2 baru menuju kampus internasional, teknik mengajar mereka akan lebih baik lagi.
Melihat hal tersebut aku jadi agak heran, gmna caranya jurusan tempatku ngampus ini bisa dapet akreditasi A*, padahal stauku tuk pengurusan akreditasi tu ribet bgt dan ada audit dan pemantauan dari pihak BAN PT. Tapi kok tempatku ngampus ini bisa dapet ya. Dengan citra yang bagus seharusnya kampus bisa membuktikan di lapangan bahkan kampus ini mempunyai kualitas yang teruji dan sumber daya yang professional. Jangan cuma ketika ada kunjungan dari pihak dinas pendidikan, taw pejabat tinggi, atau auditor bagusnya muncul, tapi ketika dah lalu ya nurun lagi kualitasnya. Kalo inkonsisten gini trus, gmn mau cepet maju dan bisa memberikan contoh pendidikan birokrasi yang baik kepada mahasiswa nya jika birokrasi di dalem kampus msh kurang professional. Aku gak nyebut nama kampusku, karena mungkin pembaca tau dari posting2 sebelum ini. Karena mau tidak mau, kampus inilah yang menjadi tempatku menuntut ilmu sekarang. Aku hanya berharap agar oknum2 yang tidak professional di dalam kampus agar memperbaiki diri tau dimutasi kalo msh bandel, birokrasi juga semakin mudah, sistem satu pintu kek atau apa kek gt, yg penting praktis, dan efisien, dan membuktikan diri bahkan kampus ini mampu bersaing secara national dan intenational.